Sabtu, 10 Januari 2015

Modul karawitan

Istilah karawitan     Di Jawa salah satu jenis bebunyian yang paling tua dan masih hidup serta berkembang sampai sekarang adalah karawitan( atau di luar Indonesia dikenal sebagai music gamelan atau sering disebut dengan gong). Istilah karawitan sebenarnya penggunaannya tergolong baru namun dalam perkembangannya pemaknaan istilah ini semakin berkembang. Istilah karawitan juga untuk menyebut berbagai jenis music lain yang mempunyai sifat,karakter,konsep,cara kerja serta aturan yang mirip dengan seni karawitan, walau seni itu bukan music jawa atau bahkan music yang bukan hidup dijawa.     Banyak memaknai karawitan berasal dari kata dasar rawit yang berarti kecil, halus, atau rumit. Melihat dari pengertian tersebut tidak mengherankan apa bila karawitan kemudian digunakan sebagai payung atau untuk mewadahi beberapa cabang seni yang memiliki karakter halus,rumit,kecil atau sejenisnya. Tidak sedikit pula para praktisi yang berkecimpung dalam seni karawitan memaknai karawitan sebagai seni suara baik itu suara manusia atau suara dari gamelan yang menggunakan laras atau tangga nada pelog dan slendro.     Sedangkan pengertian karawitan yang lebih sempit,khusus dan konvensional serta yang lebih tersebar luas dalam arti telah digunakan oleh kalangan tertentu, menyebut karawitan suatu jenis seni suara yang mengandung unsur sebagai berikut: Menggunakan alat music gamelan sebagian atau seluruhnya baik itu laras/tangga nada pelog dan slendro Menggunakan laras/tangga nada pelog dan slendro baik intrumentalia gamelan maupun vocal atau campuran keduanya.     Laras,seperti telah dibicarakan sejak awal merupakan unsur terpenting dalam karawitan,laras dalam dunia karawitan selalu identik dengan pelog dan slendro karena keduanya ciri dari karawitan. Laras dalam dunia karawitan dapat bermakna jamak, setidaknya ada tiga makna penting: Pertama bermakna sesuatu yang ( bersifat ) enak atau nikmat didengar Kedua adalah nada yaitu suara yang telah ditentukan jumlah serta frekuwensinya ( penunggul,gulu, dhadha,pelog,lima,nem dan barang ) Ketiga laras adalah tangga nada atau scale/gamme yaitu susunan nada yang jumlah urutan,dan pola interval nada-nadanya telah ditentukan.   Selain laras yang tidak kalah pentingnya adalah titilaras, irama, dan gaya. Titilaras adalah istilah yang digunakan dalam dunia karawitan untuk menyebut notasi, yaitu lambang yang memawakili tinggi rendah dan harga dari nada. Sampai saat ini, titilaras yang masih paling banyak digunakan dilingkungan karawitan Surakarta dan Jogjakarta adalah titilaras kepatihan, notasi yang diciptakan pada tahun 20-an di kepatihan Surakarta. Notasi ini mengadopsi notasi angka yaitu menggunakan angka 1 sampai angka 7.   Irama memiliki makna ganda, selain kata benda irama juga kata sifat. Irama dalam konteks kata sifat memiliki makna estetik yang kira-kira mirip dengan laras yaitu harmonis, selaras, tertata teratur. Irama juga diidentikkan dengan cepat lambat dalam penyajian sebuah gendhing.   Gaya merupakan kekhasan atau kekhususan yang ditandai dengan ciri fisik,estetika dan system kreatif seseorang dalam menafsir sebuah gendhing. Namun pada umunya gaya disini selalu identik dengan gaya Surakarta dan gaya Jogjakarta. Kedua gaya tersebut sangat dipengaruhi oleh system politik yang mana keduanya ingin menonjolkan legitimasi kekuasaan antara keraton Surakarta dan keraton Jogjakarta.      Sejarah perkembangan gamelan jawa   Pengaruh kebudayaan hindu sangat berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan jawa. Kebangkitan kerajaan-kerajaan di Indonesia setelah abad ke-5 ( Sriwijara, mataram, Majapahit) tidak akan terjadi tanpa adanya revolusi intelek dan tekhnologi yang dikenalkan oleh kebudayaan hindu. Kerajaan hindu dan hindu-budha itu menjadi pusat kekuasaan,sehingga mendorong perkembangan tidak hanya sosial politik dan agama saja tetapi juga kesusastraan dan kesenian. Pengaruh itu pada akhir melahirkan kesusastraan dalam system tulis menulis puisi dalam kebudayaan jawa, yang semua itu karena mengadaptasi system tulisan puisi india dan epic hindu. Semua itu mendorong lahirnya bermacam-macam seni tontonan ( dramatari,wayang,tari dan drama tari topeng ) yang masih hidup sampai sekarang. Khususnya epic india yang dijawakan menjadi sumber berbagai pertunjukan yang dijawakan. Sejarah music jawa dapat ditelusuri dari periode awal kerajaan hindu jawa tengah ( abad ke-8 sampai abad ke-10 ) sayangnya fakta musical pada masa itu langka. Gambar-gambar monumental pada dinding-dinding candi Borobudur memberikan pandangan serta gambaran mengenai aktifitas musical pada masa itu. Seperti diterangkan dalam kitab Negarakertagama bahwa Majapahit sudah mempunyai lembaga khusus yang menangani seni pertunjukan, yang tugas dan fungsinya menjaga tujuh seni baik itu seni music,seni suara,,seni tari dan sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, ekskurasi, dan yang berkaitan dengan seni hiburan. Hal yang menarik disini bahwa pada masa itu telah ada intrumen gamelan yang berbentuk bilah yaitu saron dan maradangga atau kendhang untuk upacara.    Kitab barathayuda dari abad ke-10 juga memberikan gambaran penggunanaan alat music gamelan dalam pementasan wayang seperti penggunaan alat music tiup ( suling ),gong-gong kecil, kemanak dan salunding ( sebuah bilah yang terbuat dari bambu ) itu merupakan awal terbentuknya instrumen gender. Pada masa periode Hindu-Jawa, seperti tertulis dalam wangbang wideya penggunanaan alat music dawai, gong, alat music perkusi,terompet,genta,kecer kecil. Melihat sedikit paparan diatas memberikan gambaran bagaimana pengaruh-pengaruh kebudayaan hindu sangat mempengaruhi lahirnya kebudayaan serta seni budaya khususnya gamelan jawa. Terciptanya sebuah alat music yang sangat fenomenal seperti gamelan tidak akan tercipta tanpa adanya proses yang sangat panjang. Lahirnya alat music gamelan yang selengkap ini baik yang berlaras pelog dan slendro yang kita ketahui sekarang, pada umumnya diketemukan dilingkungan kraton-kraton di Jawa Tengah,tidak diketemukan pada masa kehidupan music Hindu-Jawa. Macam – macam perangkat gamelan: Gamelan ageng yaitu gamelan yang ada saat ini yaitu pelog dan slendro Gamelan kodok ngorek. Gamelan ini dulunya hanya daimiliki oleh keluarga keraton dan difungsikan untuk hajatan pernikahan oleh kalangan keraton dan juga untuk upacara yang lain seperti grebeg. Gamelan monggang. Gamelan ini sebenernya sejenis dengan gamelan kodok ngorek tetapi oleh gamelan monggang dianggap lebih maskulin oleh kalangan karaton, walau dilihat dari segi usia lebih muda dibandingkan gamelan kodok ngorek. Fungsi gamelan ini adalah memberi tengara pada upacara penobatan raja, mengiringi gunungan pada upacara grebeg, mengiringingi latihan perang, menengarai meninggalnya raja dan lain-lain. Gamelan carabalen, gamelan ini difungsikan untuk menghormati kedatangan tamu baik itu upacara keluarga keraton atau upacara kemasyarakatan. Gamelan sekaten. Gamelan sekaten ini yang dianggap paling dekat dengan upacara islam. Gamelan sekaten juga dikaitkan dengan syahadatijn, kalimat sahadat yang wajib diucapan bagi siapapun yang pertama kali masuk islam. Gamelan Jawa ditinjau dari peralatan dan fungsi Gamelan jawa masing-masing instrument dapat dikelompok menjadi: Pamurba irama atau pengatur cepat lambat terdiri dari : kendhang,teteg ( bedug dalam sekaten, dhodogan dalam pementasan wayang ) Pamengku irama : kethuk,kempyang,kempul,kenong,gong,engkuk kemong,kemanak dan kecer. Pamurba lagu : rebab, bonang barung,gender barung,suling,gambang Pamengku lagu : siter dan semua instrumen yang berbentuk balungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar